B. World War II
Selama Perang Dunia II, setasiun kabel sekali lagi menjadi link yang vital. Perencana pihak sekutu mencatat, bahwa pulau-pulau disekitar Cocos Island akan dirampas oleh Jerman untuk digunakan sebagai "base" kapal penjelajah yang beroperasi di Samudera Hindia.
Setelah masuknya Jepang sebagai "kontestan" Perang Dunia II, Pasukan Jepang tidak menduduki pulau-pulau "tetangganya". Untuk menghindari Pasukan Jepang mengalihkan perhatian ke Stasiun kabel Cocos dan garnisum perusahaan, landasan pesawat amfibi antara pulau Direction dan Horsburgh pun tidak digunakan. Pemancar radio pun hanya digunakan pada saat darurat, jika tidak dalam keadaan darurat, maka tidak digunakan, supaya tentara Jepang perhatiannya tidak menuju Pulau Cocos. Uniknya, Jepang sendiri sepertinya tidak bernafsu untuk menduduki pulau yang merupakan sarana komunikasi Sekutu yang pernting. Mereka hanya mengirimkan sebuah pesawat mata-mata tiap sebulan sekali.
Pada tahun 1942, Singapura jatuh. Pulau-pulau tersebut diberikan kepada Srilanka (Ceylon). Tapi tetap saja, Pulau Barat dan Direction ada dibawah Sekutu.Sedangkan penduduk aslinya ada di pulau yang bernama Home Island, sedangkan penduduk lokal menyebutnya dengan Pulu Selma. Jika Anda ingin melihat kembali dimana letak Home Island, sudah saya sertakan gambarnya dibawah.
Sejarah Pulau Cocos era Perang Dunia II merupakan kumpulan dari beberapa peristiwa penting yang terjadi. Terdapat pemberontakkan dan beberapa sejarah seperti serah terima. Tercatat ada pemberontakkan pada tahun 1942, pada tanggal 8 hingga 9 Mei, yang dilakukan oleh Ceylon Defence Force (Pasukan Pertahanan Srilanka) karena diprovokasi oleh ulah perwira Inggris. Walaupun begitu, ada kecenderungan bahwa pemberontakkan tersebut semata-mata hanya benci kepada kaum imperialis. Berikut adalah catatan singkat mengenai pemberontakkan tersebut.
Pada suatu malam pada tanggal 8 Mei, lima puluh enam personil Ceylon Garrison Artillery di Pulau Horsbrugh memberontak untuk menyerahkan pulau-pulau tersebut pada Jepang. Pemberontakkan tersebut dipimpin oleh Gratien Fernando dengan rencana sebagai berikut:
"Menangkap Kapten Gardiner dan Letnan Stephens, menguasai persenjataan musuh, lalu mengirim sinyal ke Jepang yang berada di Pulau Natal (dekat Australia)."
Namun sayangnya, pemberontakkan itu berhasil dipadamkan karena kurangnya kemampuan dalam menggunakan senjata. Bahkan senjata Bren pun macet tatkala ada situasi yang penting sudah ada di depan mata.
Pada tanggal 5 Agustus 1942, pemimpin pemberontakkan, Gratien Fernando, dijatuhi hukuman mati.
Masalah lain pun datang tatkala Kaidai V I-166 memborbardir pulau tersebut pada tanggal 25 Desember 1945.
Kaidai sendiri adalah kelas kapal selam nomor satu yang dimiliki oleh Angkatan Laut Jepang, dan track record dari Kaidai V I-166 cukup baik, sudah menenggelamkan beberapa kapal lainnya. Anda bisa melihat sejarah I-166 dengan mengklik link disini.
Tapi, anehnya, sekalipun I-166 membombardir pulau-pulau tersebut, ternyata tidak membawa kerusakan apa-apa. Sebaliknya, tiga tahun kemudian, I-166 ditenggelamkan oleh HMS Telemachus milik Inggris pada tanggal 17 Juli 1945.Hingga saat ini, Cocos (Keeling) Island menjadi milik Australia.
Cocos (Keeling) Islands saat ini
Pada tahun 2010, penduduk Pulau Cocos hanya lebih dari 200. Terbagi antara kaum Eropa dan Melayu. Bahasa yang digunakan pun Melayu dan Inggris. Delapan puluh persen agama yang dianut oleh penduduknya adalah Islam Sunni.
Banyaknya karang pada wilayah pulau Cocos mendorong wisatawan asing untuk menikmati kekayaan lautnya.
Ada empat stasiun Televisi di Pulau Cocos, dan ada dua sekolah di Pulau Cocos: terletak di West Island dan Home Island.
Sejarah mengenai Pulau Cocos sendiri rupanya juga mampu menginspirasi penulis. Seorang novelis Indonesia pernah menuliskan sebuah cerita yang terinspirasi sejarah perang pulau Cocos (The Battle of Cocos). Mengisahkan seorang Jawa yang diutus oleh penguasa Belanda di Indonesia untuk memimpin salah satu daerah di Jawa. Ternyata kapal si lelaki tersebut terdampar di Pulau Cocos. Ketika ia melihat penduduknya yang mayoritas melayu dan ada yang bisa bahasa Jawa, ia mengira sudah sampai di tanah Jawa. Ia pun mendatangi pemimpin di pulau tersebut dan lantas mengatakan bahwa ia diutus pemimpin Belanda untuk menjadi pemimpin daerah tersebut(padahal ia mendarat di pulau Cocos bukan di Jawa seperti yang ia pikirkan). Dan terjadilah perdebatan antara pemimpin asli pulau Cocos tersebut dan lelaki Jawa tersebut.
Kepulauan Cocos. Sebuah Kepulauan yang kecil, namun mampu mengisahkan banyak kisah penting.
sumber: http://phenomenaaroundus.blogspot.com/2010/09/cocos-island-keeling-island-i.html