TOTAL DIKUNJUNGI

Brimob Pemilik Pakaian Loreng Pertama di Indonesia

Pada tahun 1950-an, Kesatuan-kesatuan Mobile Brigade aktif mengatasi berbagai gejolak yang bercorak pemberontakan melawan pemerintah yang sah ataupun berupa gerombolan bersenjata di seluruh Indonesia. Komisaris Polisi Tingkat I Moehammad Jasin yang pada saat itu sebagai Panglima Korp Mobile Brigadir Indonesia giat melaksanakan pembenahan organisasi dan pembinaan keterampilan dan kemampuan kesatuan
MB untuk mengatasi berbagai gerakan pengacau keamanan tersebut.

Pada tahun 1953, Beliau mengirimkan kader MB untuk mengikuti pendidikan dan latihan “Rangers” di Filipina. Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa para kader MB dapat belajar banyak dari keberhasilan pasukan Rangers Filipina dalam menumpas gerombolan bersenjata yang menamakan dirinya “Hukbalahap” di Negara itu. Karena berhasil mengatasi pemberontakan, metode ini dipandang ampuh dan patut dipelajari serta dijadikan pedoman untuk menanggulangi gerakan serupa di tanah air.

Setelah mengikuti pelatihan di Filipina, pasukan Mobile Brigade melakukan satu latihan uji coba di pegunungan Cirebon yang rawan dengan gerombolan pengacau bersenjata. Satu regu pasukan MB dikirim dipimpin oleh Andi Abdulrachman, seorang kader MB yang telah mengikuti pendidikan dan latihan Rangers di Filipina.

Pasukan tidak berseragam mulai bergerak pada siang hari untuk melakukan penyelidikan lokasi gerombolan dan tempat persembunyian pimpinannya. Setelah berhasil mengetahuinya, pada malam hari dilancarkan penyerbuan mendadak dan segera menghilang. Gerakan ini berfungsi sebagai perang urat saraf guna menciptakan kekalutan dan kebingungan di pihak gerombolan. Dalam gerakan ini, pasukan MB berhasil membunuh pimpinan gerombolan sehingga anak buahnya kocar-kacir dan masing-masing menyelamatkan diri. Dalam waktu singkat, daerah pegunungan Cirebon dinyatakan bersih dari gerakan pengacau bersenjata.

Keberhasilan uji coba itu menggugah hati pihak kementerian keamanan sehingga Panglima MB, Moehammad Jasin diminta mendirikan pendidikan Ranger. Atas usul itu, didirikan satu pusat pendidikan dan latihan Rangers di Lido (Bogor). Di tempat ini, dibangun satu asrama yang diperuntukkan bagi kesatuan kader-kader MB alumni dan pelatihan Rangers di Filipina.

Berdasarkan keterangan M. Jasin dalam buku berjudul Memoar Jasin sang Polisi Pejuang di halaman 185 dikatakan bahwa "kesatuan yang lebih dikenal dengan sebutan Batalyon Rangers ini mengenakan seragam militer loreng dan menggunakan tanda-tanda pangkat lapangan yang lengkap.  Pasukan inilah yang pertama kali menggunakan pakaian militer loreng di Indonesia."

Pendidikan Rangers ini mendapat perhatian besar dari berbagai pihak, pihak sipil maupun pihak militer di Indonesia mengirimkan anggota pasukannya untuk mengikuti pendidikan dan latihan ini.

Peningkatan jumlah anggota batalyon Rangers yang telah mengikuti pendidikan dan latihan membuat status Batalyon Rangers berubah menjadi Resimen Rangers. Kemudian Pada tahun 1959, Presiden Soekarno mengganti nama kesatuan ini menjadi Resimen Pelopor (Menpor).

Alumni pendidikan dan latihan Ranger disalurkan ke batalyon-batalyon MB yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk itu, dibuka lagi satu pusat pendidikan dan latihan MB yang berintikan Rangers di Porong, Watukosek, Jawa Timur. Pembukaan pusat pendidikan dan latihan ini semakin memperkuat kesatuan-kesatuan MB dalam mengatasi dan menumpas setiap gerakan pengacau keamanan Negara.

Resimen pelopor adalah pasukan elit yg ditakuti lawan, disegani kawan,,,lahir dan besar bukan karena pencitraan media massa, tetapi mengarungi perjalanan sejarah panjang, hingga mencapai puncak kejayaan. Namun ketika berada dipuncak, seiring dgn semakin bertambahnya prajurit pelopor yang tangguh dan terlatih yang selesai mengikuti dikpelopor, Namun, entah untuk kepentingan dan keputusan politik seperti apa dari Rejim Soeharto (Orde Baru) sehingga Menpor resmi dibubarkan pada tahun 1972. Padahal pasukan elit Polri ini sudah banyak memberikan darma baktinya di berbagai tugas penting guna kelangsungan Negara Republik Indonesia, bahkan hiruk pikuk pembentukannya, perjuangan sungguh luar biasa..yang lebih menyedihkan lagi, setelah pelopor dibubarkan, brimob dikerdilkan..mulai pelarangan memakai loreng kebanggaan, dilarang melakukan latihan tempur mandiri, struktur kepemimpinan ditingkat pusat dipimpin seorang Kolonel/kombes dan dibawahi oleh samapta Polri. Keadaan ini menjadkan prajurit yang sudah dididik dengan biaya yang besar banyak yang menganggur dan lebih banyak berada didalam kesatriaan. Fenomena ini yg sangat menyakitkan bagi segenap insan bhayangkara khususnya Korps Brimob bahkan Menpor juga mempunyai andil besar dalam operasi Dwikora dan Trikora.

Brimob Polri setelelah orde baru berkuasa, seperti anak tiri yang tidak di urus sehingga kesatuan ini seperti tidak lagi menjadi bagian dari prioritas yang cukup penting,,ketika ketiga angkatan mendapatkan alat yang cangih , Brimob Polri hanya mendapat tongkat dengan dan borgol satu,  dan berlangsung hampir selama 32 tahun era Ordebaru. namun pada akhirnya perlahan mereka menemukan  sosok institusi yang sesungguhnya, dan mulai kembali pada kiprahnya, dan sepertinya Brimob Polri sangat berterima kasih kepada gerakan reformasi dimana telah memisahkan kesatuan ini dari yang namanya ABRI angkatan bersenjata republik indonesia sementara sebelumnya Brimob Polri selama bergabung dengan ketiga angkatan hanyalah bersenjata tongkat borgol dan juga karena setiap anggota Brimob Polri pergi upacara, pergi tugas ke suatu tempat mereka harus naik angkutan umum,

Sebagian sejarah yang mengisahkan tentang sepak terjang Detasemen Pelopor mulai dari kelahiran hinggah dibubarkan ada ditulis dalam buku berjudul, “Resimen Pelopor, Pasukan Elit Yang Terlupakan”. Penulis belum mendapatkan buku ini dan semoga penulis dapat berkesempatan membaca tulisan dalam buku ini.