TOTAL DIKUNJUNGI

.



SOEHARTO, MUI, NU DAN MUHAMMADIYAH

Seperti menjadi fenomena bahwa Ulama tidak boleh dikritik. Mengkritik Ulama bisa diartikan mengkritik agama Islam. Bahkan bisa lebih jauh lagi, sebagian orang "awam"menganggap bahwa mengkritik ulama bisa di identikan sbg mengkritik Al Quran. Padahal antara MUI dengan ulama (sekalipun MUI konon singkatan dari majelis ulama indonesia) itu berbeda dan beda lagi dengan agama. MUI adalah ormas, ulama adalah tingkatan keilmuan, dan agama adalah agama.

MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi ulama, zu'ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Berdiri pada tanggal, tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta.

Pendirian MUI tidak lepas dari campur tangan Suharto. Umat Islam di Indonesia saat itu memiliki begitu banyak organisasi yang tercerai berai ke dalam banyak faksi. Diantara organisasi-organisasi itu, ada dua organisasi massa Islam terbesar, NU dan Muhammadiyah, yang memiliki kekuatan dan pengaruh besar di dalam masyarakat. Keberadaan dua ormas ini, dalam sistem kekuasaan yang dikembangkan Soeharto sudah tentu dianggap contra-productive.

Mengakui keberadaan NU serta Muhammadiyah, mau tak mau membuka posisi sharing dalam kekuasaan, yang hal ini jelas mengganggu konsep dan program yang tersentral dan terstruktur dari sistem pemerintahan Soeharto.

Karena itu, Soeharto mengumpulkan semua organisasi-organisasi kecil dan bahkan yang mendadak dibentuk saat itu, untuk membuat lembaga tandingan kelompok muslim diluar Muhammadiyah dan NU, sekali pun person-person dari NU dan Muhammadiyah juga dilibatkan (setelah dipilih oleh Soeharto).

Dengan berdirinya MUI, pada sisi itulah Muhammadiyah dan NU mengalami degradasi peran dan posisinya sepanjang pemerintahan Soeharto. Politik devide et impera, pecah belah kemudian kuasai, efektif dilakukan oleh Soeharto. Pemasungan kekuatan politik inilah yang menjadi sasaran pokok pemerintahan Orba ketika itu.

MUI menjadi alat kekuasaan Orde Baru untuk ikut serta mendukung dan mensukseskan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Pada jaman Orba, MUI memiliki kewenangan absolut untuk menentukan hari hari besar Islam, menentukan baik serta buruk dan bahkan haram-tidaknya sesuatu. MUI menjadi alat legitimasi penting bagi Soeharto, sebagaimana Sultan Agung dulu memakai konsep umara dan ulama.
ref. catatan A. Syah